Kumpulan Reaksi Warganet Film Joker, dari Stres Hingga Sisi Psikologi

448
0

Sudahkah Anda menonton film Joker?

Hadirnya film ini mendapat perhatian dan sambutan hangat dari masyarakat. Rilis 2 Oktober 2019 di Indonesia, film ini tentunya langsung digandrungi peminat DC. Media sosial pun ramai oleh review film garapan Warnerbros tersebut.

Menghadirkan cerita tentang kehidupan Arthur Fleck, yang tak lain adalah identitas dibalik Joker; film ini membahas cerita lain yang dalam dan gelap dari villain utama Batman tersebut. Hidup Arthur Fleck dahulu ternyata merupakan pengidap penyakit Schizophrenia yang bermimpi menjadi komedian.

Memiliki penyakit mental yang membuatnya kesulitan mencapai impiannya ini menyuguhkan penonton cerita yang menyakitkan dibalik kejahatannya di rangkaian film Batman. Warganet, dengan hangat dan aktif mereview film yang dianggap menggaet kesuksesan End Game tersebut di internet.

Melalui NoLimit Dashboard, Tweet tentang Joker di Indonesia dinyatakan mencapai 142.356 Tweets. Tentang apa sajakah dan bagaimana reaksi nyata masyarakat untuk film Joker ini?

Stres! Stres! Stres!

Jika Anda sempat menonton trailer dari film ini, tentunya Anda akan sepakat betapa cuplikan dari film tersebut sudah memperlihatkan sakitnya hidup sebagai Arthur Fleck. Bermula dari cuplikan Arthur yang mencoba membuat anak kecil tertawa di bus namn malah mendapat amarah, hingga dipukuli anak-anak remaja saat sedang bekerja sebagai badut.

Film ini memang tak se”menyenangkan” seri Batman yang lain. Ya, film Joker ini membawa sisi gelap yang lebih gelap dari film superhero DC dan tidak bisa ditonton oleh anak-anak. Sebelumnya pihak sutradara sudah menyatakan bahwa film ini bersifat Restricted (terbatas).

Saking stresnya, kebanyakan warganet yang menulis tentang pengalamannya menonton Joker di Twitter, mengeluh tambah stress.

“Baru kali ini saya nonton film sampai stres sendiri. Joker’s brilliant satire to our current society. The catchphrase fits the whole theme and gives emphasis to the statement that the movie tries to say out loud. It’s simultaneously captivating and disturbing.” Ucap Akun @dankisahnya di laman pribadinya.

Cerita tentang hidup Arthur Fleck yang penuh kesedihan, stress, dalam hidup dengan penyakit mentalnya yang penuh kesulitan ini ternyata terasa begitu masuk ke dalam jiwa penonton.

Bahkan, isu bahwa film tersebut dapat memunculkan gejala penyakit mental dalam tubuh penonton hadir. Akun @Adriandhy yang pertama membahas hal ini, yang membuat cuitannya berhasil menjadi Top Talks ke-4. Dari cuitan Adriandhy ini, reaksi warganet bertambah luar biasa. Hype depresi yang dialami Joker rasanya menjalar beberapa hari sejak 2 Oktober lalu.

Banyak warganet mengakui bahwa dirinya merasakan hal yang sama dengan anonim yang Adriandhy unggah di cuitannya. Hal ini menjadi perdebatannya banyak pihak mengenai kebenarannya.

Apakah efek film Joker memang sebesar itu?

“Joker Adalah Kita” – Apakah Yang Dirasakan Penonton Tepat?

“Just Be Aware” – @Adriandhy, Top Talks Joker ke-4 dari Rating Top Talks versi NoLimit Dashboard

Alur cerita yang dinyatakan keras dan Restricted memang sudah diperingatkan sebelumnya oleh sang sutradara dan rumah produksi.

Joker is Rated R and for good reason. There’s lots of very, very rough language, brutal violence, and overall bad vibes. It’s a gritty, dark, and realistic, TAXI DRIVER-esque depiction of one man’s descent into madness. It’s not for a kids, and they won’t like it anyway. (There’s no Batman).”, ujar Alamo Drafthouse.

Dan nyatanya, hal itu dirasakan langsung oleh penonton Indonesia.

Banyak perdebatan muncul dari reaksi warganet tersebut. Ada yang setuju, namun juga ada yang menyatakan bahwa warganet yang bereaksi seperti itu dan menganggap dirinya depresi setelah menonton film Joker hanya berlebihan.

Namun, muncul banyak kekhawatiran dan ketidaksetujuan dari reaksi warganet akibat film Joker ini. Banyak warganet yang mengemukakan pendapat lain bahwa bahaya dengan cepat memutuskan diri kita depresi, apalagi hanya karena menonton film Joker.

Reaksi lain yang diperdebatkan adalah pesan dari film Joker itu sendiri. “Orang Jahat Adalah Orang Baik Yang Tersakiti.” Hal ini juga turut menjadi perbincangan, karena tidak semua orang setuju kalau seseorang bisa berbuat jahat hanya karena disakiti dan menggunakan contoh Joker sebagai dalihnya.

https://twitter.com/latifahnrrrr/status/1179371946582188032?s=20

Latifahnrrrr, Top Talks Keyword Joker ke-2 dari Rating Top Talks versi NoLimit Dashboard

Akun dengan nama Nago Tejena lah menyuarakan ketidaksetujuan akan pernyataan tersebut. Dari cuitannya ini, Nago mendapat peringkat Top Talks ke-10 di versi NoLimit Dashboard dan menghasilkan lebih dari 11.000 conversations.

Nagotejena, Top Talks Keyword Joker ke-10 dari Rating Top Talks versi NoLimit Dashboard

Review Menarik dari Dokter dan Psikolog

Memang, arus isu yang ditampik warganet akan Joker ini membuat pemerhati-pemerhati di ilmu psikologi juga turut beropini. Banyak tokoh-tokoh kesehatan dari dokter umum hingga psikiater maupun psikolog ikut serta memberikan opini mereka tentang film ini, karena mengaku khawatir dengan warganet yang menganggap dirinya mengidap penyakit yang sama saat menonton Joker.

Thread menarik hadir dari Awan Pamungkas, salah satu warganet yang memiliki pengalaman dengan orang pengidap penyakit yang sama dengan Joker. Awan memberikan opininya mengenai mengapa Joker bisa berakhir jahat dan seberapa besar penyakit yang diidapnya dapat memberikan efek.

Awan mengungkap, bahwa memang orang seperti Joker itu nyata.

Lalu thread menarik lainnya hadir dari Dr. Jiemi Adrian, psikiater ternama di Twitter.

Dari segi psikiater, yaitu dari mata Dr. Jiemi, Dr. Jiemi memang mengakui bahwa film ini tidak patut ditonton oleh semua lapisan masyarakat terutama anak kecil, atau mereka yang mudah terpacu akan sesuatu hal.

Kesimpulannya, dari semua arus isu yang terjadi, memang kalangan psikolog, psikiater, dan mereka-mereka yang pernah berhadapan atau dekat dengan mental illness mengakui bahwa film ini nyata dapat menimbulkan efek yang berbeda untuk beberapa orang.

Tak disangka, ternyata efek film ini begitu besar, ya. Mungkin itulah alasan mengapa sutradara dan tim produksi sudah mewanti-wanti sejak awal bahwa film ini berstatus Restricted.

Melihat efek yang begitu besar ini, apakah Joker patut mendapatkan penghargaan Film Of The Year?

Semoga saja, dibalik efek film ini pada isu mental illness; informasi media sosial yang diberikan berbagai macam lapisan masyarakat tersebut dapat membantu warganet untuk menyerap apa yang baik untuk dirinya, saja, ya.


Arippoconggg, Top Talks Keyword Joker ke-1 dari Rating Top Talks versi NoLimit Dashboard
JeromePolin, Top Talks Keyword Joker ke-9 dari Rating Top Talks versi NoLimit Dashboard

Ingin baca insight terkait isu media sosial lainnya?

Baca disini:

https://blog.nolimit.id/category/social-media/trending-issue/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Newsletter

Jadilah bagian dari komunitas inspirasi kami! Bergabunglah dengan newsletter blog kami dan dapatkan konten menarik, tips bermanfaat, dan berbagai informasi terbaru.

Loading