“SJW, BuzzerRp, apaansih?”
Media sosial tidak akan pernah berhenti menciptakan hal baru, baik dari kebiasaan, tren, hingga sebutan-sebutan baru di kalangan warganet. Belakangan ini, dua istilah baru, “SJW” dan “BuzzerRp” berkeliaran, saling melempar opini di Twitter.
Anda sang pemerhati politik; atau bahkan yang tidak sekalipun, pasti sering menemukan dua kata ini di timeline Anda. Ya, hal itu dikarenakan dua sebutan ini berkaitan erat dengan keadaan politik, yang notabene kali ini sedang terjadi demonstrasi politik di masyarakat kita.
Sebenarnya, dua kata ini bukanlah kata atau sebutan yang baru. Namun, isu masyarakat yang mendukung penggunaan dua kata ini membuat dua kata ini sibuk berkeliaran di internet.
Ya, sekarang, seiring dengan maraknya aksi demonstrasi yang terjadi di Indonesia, kata SJW dan BuzzerRP ini makin sering digunakan oleh para warganet di Twitter. Memang untuk siapasih sebutan SJW dan BuzzerRp ini? Dan kenapa antara SJW dan BuzzerRp seolah menyerang? Apakah dua kata ini memiliki arti yang berkebalikan, atau ada makna lain dibalik perang dua sebutan ini di media sosial?
“SJW”: Aktivis Keadilan Yang Tak Dianggap Adil
“SJW” adalah singkatan dari Social Justice Warrior. Sebutan ini sebenarnya adalah sebutan yang sudah ada sejak 1991. Kata ini digunakan pertama kali oleh artikel Montreal Gazette, media koran Kanada yang menyebut aksi Michel Chartrand, yang menentang ketidakadilan di masyarakat.
Dalam versi Wikipedia, SJW diterangkan sebagai istilah yang merendahkan bagi individu yang mempromosikan pandangan progresif sosial, termasuk feminisme, hak-hak sipil, dan multikulturalisme, serta politik identitas. Jika Anda membaca sebutan SJW yang dilemparkan di media sosial pada individu tertentu, Anda pasti akan menangkap konotasi negatif didalamnya.
Loh, kenapa? Bukankah memperjuangkan keadilan itu bukan hal yang buruk, ya?
Sayangnya, lambat laun SJW tidak mewakilkan suatu yang positif, malah sebaliknya. SJW kerapkali dilemparkan pada mereka yang dianggap sebagai pejuang keadilan yang berlebihan.
“SJW adalah aktivis yang merasa benar sendiri dan bertindak berlebihan bahkan di luar batas tanpa mempedulikan akal sehat, etika dan standar” ujar Kompasiana.com.
Pada isu perpolitikan di media sosial akhir-akhir ini pun, kaum yang pro dengan demonstrasi yang kini dilakukan pun turut mendapat kecaman dari warganet lain yang tidak setuju. “Dear sjw. Masyarakat tuh gak masalah klo kelen mahasiswa pendemo tertib dan sesuai aturan batas waktu berkumpul. Yang masyarakat ga suka klo kelen jadi mahakampret bikin onar. Jadi paham ya? Ga perlu plintir klo masyarakat ga suka kelen demo.” – Ucap @Pand4va, salah satu warganet di akun twitternya.
BuzzerRP: Sang “Penyuara” Politik Yang Diragukan
Mungkin kebanyakan dari Anda pernah mendengar apa itu buzzer. Tapi, “buzzerRp” ini adalah sebutan baru di media sosial yang hadir baru-baru ini ditengah warganet.
Buzzer sendiri adalah orang yang bertugas untuk membesarkan suatu isu, berita, tren di media sosial dari brand, event, orang hingga kelompok. Sekelompok buzzer bisa berasal dari mana saja. Dari influencer, tokoh masyarakat, atau individual yang dibayar oleh sang pemilik brand untuk mempromosikan brand mereka.
Sementara dalam kondisi perpolitikan sekarang, “BuzzerRp” sendiri hadir bersamaan dengan isu demo yang ikut tersebar di media sosial. Keyword “BuzzerRp” mulai beredar semenjak banyak isu publik hoax yang menggiring opini pada kaum tertentu, salah satunya masyarakat yang sedang berdemo.
Menghadapi isu perpolitikan Indonesia hari ini, beberapa influencer di media sosial pun kini dituding merupakan “BuzzerRp”, yaitu buzzer yang mendapatkan bayaran atas keperluan politik, yang dianggap tidak pro masyarakat.
Saling Tuding Antara “BuzzerRp” dan “SJW”
Isu demo yang kini tengah hadir di masyarakat tentunya terjadi bukan di dunia nyata, tapi pula di media sosial. Media sosial malah dianggap menjadi salah satu media pembuka jalur terjadinya demonstrasi karena turut menjadi faktor dalam penyebaran isu.
Isu demi isu muncul sejalan dengan demonstrasi yang terjadi sejak akhir September lalu yang digiring oleh kelompok mahasiswa. Kaum warganet dari semua kalangan di media sosial terus memantau isu ini dari hari pertama.
Dari mulai awal demonstran bergerak, penyebab demonstran bergerak, isu-isu yang muncul tentang aparat pemerintahan, isu lainnya yang muncul tentang demonstran bertindak anarkis, hingga isu bahwa para demonstran hanya “digerakkan”, bukan bergerak sendiri. Kabar terakhir ini menimbulkan kegaduhan masyarakat terutama warganet.
Banyak opini yang terus muncul selama isu ini terjadi, apakah opini bahwa aksi demo ini benar-benar penting, ataukah pendapat lainnya yang mengatakan bahwa aksi demo ini benar hanyalah hasil kambing hitam suatu kaum tertentu.
Perbedaan opini ini terjadi dan membuat dua kaum yang berbeda pendapat saling tuding dengan dua sebutan ini. Mereka yang mengatakan bahwa aksi demonstran memang perlu menuding mereka yang tidak setuju sebagai kaum BuzzerRp, dan sebaliknya. Permadi Arya @permadiaktivis, adalah salah satu Top Influencer di Twitter yang dituding sebagai salah satu BuzzerRp.
Yah, selama tidak ada aturan batasan bahasa di media sosial, warganet masih bebas menyuarakan opininya. Entah itu kaum yang dianggap SJW, atau kaum yang dianggap BuzzerRp, semoga kondisi perpolitikan Indonesia bisa segera mereda dan tidak ada lagi kaum yang terpecah-pecah, ya!