Krisis media sosial pada perusahaan menjadi ancaman yang dapat muncul kapan saja. Tidak mengenal perusahaan yang sudah besar ataupun sebaliknya, tetap tidak menjamin tidak adanya krisis ini. Apalagi, digitalisasi terus diiringi dalam perkembangan perusahaan.
Permasalahan perusahaan semakin menyebar, didukung oleh adanya media sosial yang digunakan masyarakat. Citra perusahaan di uji dalam hal ini, media sosial sebagai jembatan masyarakat membicarakan informasi yang baik atau negatif tentang perusahaan, berefek kepada perusahaan secara langsung maupun tidak langsung.
Permasalahan tiap perusahaan berbeda-beda, dan bisa saja tidak terselesaikan. Masalah semakin lama semakin tidak terbendung. Terlebih jika komentar negatif cukup banyak di media sosial, sehingga siapapun dapat melihat. Dalam Buku Public Relations, Issue & Crisis Management oleh Kriyantono menyebut bahwa:
“A crisis is a critical period following an event that might negatively affect an organization in which decisions have to be made that will affect the bottom line of an organization. It is a time of exploration requiring rapid processing of information and decisive action to attempt to minimize harm to the organization and to make the most of a potentially damaging situation”
Berikut, 5 sikap atau cara saat menghadapi krisis perusahaan.
1. Inovator
Nadiem masuk ke daftar inovator tahunan Bloomberg 50 pada 2018. Bloomberg menilai bahwa tidak ada platform teknologi lain yang mengubah gaya hidup orang Indonesia secepat Gojek.
Untuk manajemen krisis yang terjadi di perusahaan, yang pertama adalah bersikap sebagai inovator. Dimana seseorang yang inovator memiliki sudut pandang berbeda, dalam menentukan tujuan atau konsep baru. Di Indonesia, salah satu contohnya adalah Nadiem Makarim. Nadiem saat ini menjadi menteri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia. Sebelumnya, Nadiem dikenal sebagai pendiri Gojek. Gojek adalah perusahaan asal Indonesia yang fokus terhadap layanan transportasi berbasis online.
Sikap inovator yang muncul, juga menunjukkan seseorang itu adalah visioner. Tujuan yang ada, diyakini tanpa ketakutan. Sehingga ketika krisis terjadi, dapat lebih mudah tahu juga terencana apa yang dilakukan.
2. Empati
Dalam menghadapi krisis, diperlukan rasa empati. Contoh, jika perusahaan Anda membaca keluhan atau komplain konsumen di media sosial. Jika memang kesalahan ada di pihak perusahaan, dan Anda menyadarinya, lebih baik tetap respon. Dapat dalam bentuk klarifikasi dalam bentuk balasan langsung tau tidak langsung, seperti melalui video. Permintaan maaf memang dapat memunculkan perdebatan, namun baiknya tetap ada. Dimana Anda dinilai berani dan bertanggung jawab, bukan tidak mengakui kebenaran sehingga meghindar. Menghindari citra perusahaan yang dapat terlampau jatuh jika membiarkan pelanggan.
3. Berani.
Di inovator, sudah disebut jika keberanian adalah salah satu yang ada didalam diri. Namun tidak jarang, seseorang berinovasi namun tidak dibuktikan dengan tindakan. Maka dari itu berani diperkuat lagi disini. Karena, sebaik apapun inovasi jika tidak di realisasikan. Juga jika dalam strategi penanganan konsumen, tidak berani dilakukan
4. Cepat.
Apabila krisis terjadi karena pelanggan salah paham dengan perusahaan, atau terpengaruh karena pelanggan lain juga memancing. Tidak perlu panik, Anda dapat berkomunikasi secara lebih pribadi terhadap pengguna. Misal, anda membuat pertanyaan tentang keluhan pelanggan dengan menarik. Seperti lewat Intagram, dengan membuat postingan atau instastory. Sehingga pula, konsumen merasa Anda niat membantunya. Juga keluhan dapat terkodinir dengan rapih dan cepat Anda tangani.
5. Tenang
Pada poin sebelumnya, cepat disini bukan hanya asal merespon pelanggan. Namun juga tepat, seperti penggunaan bahasa yang sama dengan konsumen yang komplain. Berikan waktu untuk untuk diri Anda, untuk berpikir dan memberikan tindakan yang terbaik.
Bagaimana? Sudah siapkah Anda, jika krisis pada media sosial perusahaan terjadi? Sebaiknya persiapkan segala kemungkinan sampai sedetil mungkin, untuk nantinya ketika masalah muncul, tidak kaget dan efektif menanganinya. Terlebih secara sikap. Semoga membantu!
Namun, jika Anda tetap kewalahan dalam banyaknya komplain pelanggan baca disini untuk membantu pekerjaan Anda.